Sistematik dan obyektif mengandung arti bahwa riset pemasaran menggunakan beberapa tahap yang merupakan kesatuan logis sehingga hasilnya dapat diterima atau dipahami semua pihak. Penggunaan beberapa tahap dalam riset pemasaran ini diperlukan untuk menjamin agar informasi yang dihasilkan benar-benar valid. Namun demikian perlu dipahami bahwa tahap-tahap dalam riset pemasaran tidak bersifat baku sehingga tahapan di sini dimaksudkan sebagai kerangka yang memudahkan dan menjamin hasil riset sesuai dengan yang diharapkan.
Riset pemasaran terdiri dari 10 tahap yaitu:
a. Menetapkan masalah riset
Beberapa hal yang perlu dilakukan oleh periset dalam menetapkan masalah riset adalah:
1. Memperoleh pandangan klien mengenai masalah yang sebenarnya terjadi
2. Mempertimbangkan sumber dan jenis informasi yang sebenarnya dibutuhkan oleh klien
3. Mengkombinasikan masukan informasi dari pihak klien dengan periset
b. Penentuan desain riset
Desain riset akan menggambarkan perencanaan yang akan dilakukan dalam riset dan mengacu pada masalah yang telah ditetapkan sebelumnya.
Pada tahap inilah periset perlu merinci dengan detil prosedur yang diperlukan untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan untuk menjawab masalah riset dan menyediakan informasi yang dibutuhkan bagi pengambilan keputusan
Terdapat tiga jenis desain riset, yaitu:
1. Eksploratori à tujuan utama riset adalah untuk memperoleh pandangan yang mendalam dan menyeluruh mengenai masalah yang sebenarnya dihadapi perusahaan. Jadi informasi yang dicari sekedar untuk mengetahui permasalahan dasar.
2. Deskriptif à tujuan utama riset adalah untuk menggambarkan sesuatu
3. Kausal à tujuan utama riset adalah untuk membuktikan hubungan sebab akibat atau hubungan mempengaruhi dan dipengaruhi dari variabel-variabel yang diteliti
c. Metode pengumpulan data (primer atau sekunder)
Data primer adalah data asli yang dikumpulkan langsung oleh periset untukmenjawab masalah risetnya secara khusus
Cara mengumpulkan data primer adalah dengan:
1. Wawancara
2. Focus group discussion
3. Teknik proyeksi
4. Survei
5. Observasi
6. Eksperimen
Data sekunder adalah data yang telah dikumpulkan oleh pihak lain, bukan oleh periset sendiri. Artinya, periset sekedar mencatat, mengakses, atau meminta data tersebut (kadang sudah berbentuk informasi) ke pihak lain yang telah mengumpulkannnya di lapangan.
d. Penentuan desain pertanyaan, skala dan alat analisis
Pada tahap ini periset perlu melakukan tiga aktivitas sebagai berikut:
1. Merancang pertanyaan atau kuesioner yang akan ditanyakan kepada pihak yang disurvey. Pertanyaan dalam kuesioner dapat bersifat terbuka ataupun tertutup
2. Merancang skala penilaian hasil kuesioner
3. Merancang alat analisis yang akan digunakan dalam menilai kuesioner
e. Menentukan metode pengambilan sampel dari populasi yang diteliti
f. Penulisan dan penyampaian proposal riset.
Pada tahap ini periset menyiapkan dokumentasi yang berisi:
1. Ringkasan eksekutif yang menyampaikan poin utama yang akan dijalankan dalam riset
2. Latar belakang masalah
3. Penentuan masalah dan tujuan riset
4. Pendekatan terhadap permasalahan dengan menampilkan literatur, teori atau pendekatan yang akan digunakan sebagai rujukan riset
5. Desain riset yang mencakup jenis data yang akan dikumpulkan dan metode yang digunakan untuk mengumpulkan data
6. Analisis data dengan menguraikan cara menginterpretasikan data yang akan dianalisa
7. Pelaporan yang akan dihasilkan dari riset tersebut
8. Waktu dan biaya riset
9. Lampiran-lampiran yang diperlukan dalam riset, misalnya: format kuesioner
g. Pengumpulan data
h. Pengeditan, pengkodean, dan penginputan data
i. Analisis dan penginterpretasian hasil riset
j. Penulisan dan penyampaian laporan akhir
Pengembangan yang menguntungkan dari perusahaan hanya berasal dari komitmen terus-menerus untuk menyesuaikan kemampuan perusahaan dengan kebutuhan pelanggan. Agar proses penyesuaian ini berjalan efektif, diperlukan arus informasi dua arah antara pelanggan dan perusahaan. Inilah peran riset pemasaran. Riset pemasaran berkaitan dengan proses pemasaran secara keseluruhan. (riset pasar adalah riset tentang pasar).
Ada beberapa bentuk riset pemasaran yang dapat dipertimbangkan, yang dikelompokkan ke dalam empat jenis dasar, yaitu:
•Internal-analisis catatan penjualan, tingkat periklanan, harga versus volume, dan sebagainya.
•Eksternal-menggunakan sumber daya di luar organisasi untuk melengkapi riset internal.
•Reaktif-jawaban kuisioner, wawancara terstruktur, dan sebagainya.
•Non reaktif-interpretasi terhadap fenomena yang diamati, misalnya merekam pelanggan di toko, mendengarkan panel pelanggan, dan sebagainya.
Oleh karena adanya pro dan kontra untuk masing-masing jenis, bauran dari berbagai jenis itu dapat memberi manfaat. Misalnya, catatan penjualan dapat memberikan wawasan yang berharga, tetapi tidak dapat meramalkan kinerja dengan baik karena terbatas pada kinerja historis. Wawancara telepon dapat dilakukan dengan cepat dan relatif tidak mahal, tetapi jumlah informasi teknis yang dapat diperoleh terbatas. Titik awal dari setiap program riset pemasaran sebaiknya merupakan penelitian tentang bahan-bahan yang ada, terutama dengan sarana riset meja. Jika dikombinasikan dengan informasi penjualan internal, kekayaan informasi yang tersedia dari informasi yang diterbitkan bisa menjadi metode riset yang paling kuat yang terbuka untuk suatu perusahaan.
Pengumpulan data hanya merupakan langkah pertama dalam riset pemasaran. Data harus mendapat arahan sebelum menjadi informasi yang relevan, dan informasi hanya akan relevan jika perusahaan sudah mempunyai tujuan, beberapa masalah pemasaran yang harus diselesaikan. Informasi yang digabung dengan tujuan menjadi inteligensi: informasi yang dikonsumsi dan digunakan oleh manajemen dalam mengubah ketidakpastian menjadi resiko yang terukur. Perubahan ketidakpastian menjadi resiko dan minimalisasi resiko mungkin merupakan tugas yang paling penting dari manajemen, dan riset pemasaran dalam proses ini sangatlah penting.
Disetiap memasarkan sebuyah produk perlu adanya dsilakukan promosi dalam bentuk pengiklanan. Pengiklanan tersebut dapat melalui sarana audio ( radio ), visual ( baliho ) ataupun audio visual ( televisi ). Semua itu dilakukan agar setiap produk yang ditawarkan oleh produsen dapat dikenal dengan baik oleh konsumennya sehingga target marketpun dapat tercapai dengan baik. Sebuah iklan dapat menjadikan sebuah produk memiliki citra atau pandangan konsumen terhadap barang yang ditawarkan. Bahkan memperbaiki citra produk. Mengapa hal itu perlu diperhatikan, sebab citra merupakan salah satu faktor keberhasilan sebuah perusahaan yang ingin memasarkan produknya, baik berupa barang maupun jasa.
Kita tentu masih ingat kasus yang menimpa sebuah produk biskuit, yang pernah menjadi berita besar. Dimana biskuit yang sebenarnya cukup dikenal masyarakat itu, diduga pernah tercemar oleh bahan berbahaya (racun). Bahkan ada sejumlah korban yang harus dilarikan ke rumah sakit, lantaran mengkonsumsi makanan tersebut. Untungnya pemerintah segera melakukan tindakan, supaya dampak yang ditimbulkan tidak makin meluas. Antara lain menghentikan sementara proses produksi di perusahaan pembuat biskuit ini.
Melihat kasus itu, maka setelah sekian tahun lamanya, jelas produsen biskuit yang sempat bermasalah tersebut tidak mendapat kepercayaan konsumen. Karena masyarakat masih takut, jika memakan biskuit ini maka akan keracunan. Upaya yang harus dilakukan, antara lain menerapkan strategi promosi yang lebih intens dibanding sebelumnya. Dengan harapan mampu menumbuhkan kembali kepercayaan konsumen, agar mau mengkonsumsi produk yang dihasilkan. Apabila produsen biskuit tersebut tidak mau berusaha memperbaiki citra produknya, maka lama-kelamaan konsumen akan meninggalkannya. Apalagi belakangan muncul produk sejenis, tentunya dengan kualitas lebih bagus, harga bersaing, kemasan menarik, kandungan mineral atau vitamin yang banyak dan sebagainya.
Terlepas dari contoh di atas, sebenarnya iklan memang dapat dipakai untuk mempertahankan atau memperbaiki citra produk, atau bahkan perusahaan itu sendiri. Tidak hanya sekadar memperkenalkan (launching) produk baru, baik barang maupun jasa. Karena yang melihat citra produk bagus atau tidak bukanlah produsen, tapi justru konsumen atau masyarakat yang menjadi target group (market) produk tersebut. Seandainya sebuah produk baik, maka produsen sudah memiliki satu poin supaya konsumen tertarik membelinya. Kemudian baru pertimbangan harga, perbandingan dengan produk sejenis, manfaat, kemasan dan lain-lain. Namun sebaliknya, jika sebuah produk sudah dicap jelek apalagi “bermasalah,” maka konsumen perlahan-lahan akan menjauhinya. Sehingga jangan kaget jika produk itu tidak laku di pasaran.
Di sisi lain, pemasangan iklan sebuah produk hendaknya disesuaikan dengan media massanya. Misal, produk kecantikan dan alat-alat rumah tangga sangat tepat dimuat di majalah khusus wanita. Namun demikian, media massa cetak lokal pun sebenarnya bisa dipakai, tapi dalam salah satu halamannya harus ada berita yang memuat kehidupan atau tren wanita masa kini. Artinya, segmentasi pasar dengan target group yang ingin dicapai oleh produsen benar-benar tepat sasaran. (Ingin baca artikel tentang marketing dan periklanan lainnya, silakan buka www.arifat.com atau www.multimediaadvertising.blogspot.com)